Biografi Singkat Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Hambali merupakan imam madzhab yang sejak bayi sudah yatim. Ia dididik dan dibesarkan ibunya. Ibunya menanamkan jiwa haus ilmu dan pengetahuan. Ia pun menjadi ulama yang disegani, meskipun sering keluar-masuk penjara akibat berbeda pandangan dengan khalifah. Ia menjadi panutan umat Islam. Menjadi ahli hadits sekaligus ahli fiqih.
dia lahir, tepatnya pada tahun 164 H/778 M. Ia diberi nama Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Ayahnya meninggal di usia muda, 30 tahun. Saat itu Ahmad baru berusia tiga tahun.
Sejak kecil, Ahmad menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan. Kebetulan, pada saat itu, Baghdad merupakan pusat ilmu pengetahuan. Ahmad pun memulai belajar menghafal al-Quran, belajar bahasa Arab, Hadits, sejarah Nabi, sahabat, dan tabi’in. sehingga sejak usia 14 tahun, imam Ahmad sudah menghafalkan Al-Qur’an.
Pada usia 16 tahun, Ahmad mulai tertarik menulis hadits. Ahmad mengambil hadits dari para syaikh hadits di kota Baghdad hingga tahun 186. Disebutkan oleh putranya, Ahmad mengambil sekitar tiga ratus ribu hadits lebih dari Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy, salah seorang gurunya.
Pada tahun 186, Ahmad mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah, Hijaz, Yaman, dan tempat-tempat lain. Tokoh paling menonjol yang dia temui adalah Imam Syafi‘i. Ahmad banyak mengambil hadits dan faidah ilmu darinya. Ulama lain yang dijadikan gurunya adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin ‘Ulayyah, Waki’ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan, Yazid bin Harun, dan lain-lain. Dia berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”
Kecintaannya terhadap hadist, membuat imam hambali tidak pernah membuat kitab fiqh. Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqih. Para pengikutnyalah yang membukukan madzhab pemikirannya. Mereka membukukan berdasarkan perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan, dan lain-lain. Sebagai ahli hadits, karya monumental Imam Hambali adalah Kitab Musnad, Musnad Ahmad. Karya ini paling menakjubkan. Kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
Imam Hambali juga menulis Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh, Kitab al-Tarikh, Kitab Hadits Syu’bah, Kitab al-Muqaddam wa al-Mu’akkhar fi al-Qur’an, Kitab Jawabah al-Qur’an, Kitab al-Manasik al-Kabir, Kitab al-Manasik al-Saghir. Menurut Imam Nadim, Imam Ahmad bin Hambal juga menulis Kitab al-‘Ilal, Kitab al-Zuhd, Kitab al-Iman, Kitab al-Masa’il, Kitab al-Asyribah, Kitab al-Fadha’il, Kitab Tha’ah al-Rasul, Kitab al-Fara’idh, Kitab al-Radd ‘ala al-Jahmiyyah.
Imam Hambali menawarkan dasar penting dalam pengambilan hukum. Dasar-dasar inilah yang kemudian menjadi titik beda dengan Imam-Imam Madzhab Fiqih yang lain. Bahwa dalam proses pengambilan hukum mesti didasarkan pada al-Quran, Sunnah, fatwa sahabat, ijma’, qiyas, istishab, maslahah mursalah, dan sadd al-dzara’i. Dia dikenal sangat berhati-hati dalam berfatwa. Bahkan, saat itu, kelurusan aqidahnya dijadikan standar kebenaran. (Dikutip dari berbagai sumber)